Minggu, 18 Juni 2017

TATA CARA PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN DAN PEMULIHAN KERUSAKAN TERUMBU KARANG


A. PENDAHULUAN
Terumbu karang merupakan rumah bagi 25 % dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling raph dan mudah punah.  Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang demi  kelestarian fungsinya sangat penting.
Terumbu karang Indonesia menurut Tomasik, 1997 mempunyai luas kurang lebih 85.707 Km², yang terdiri dari fringing reefs 14.542 Km², barrier reefs 50.223 Km², oceanic  platform reefs 1.402 Km² , attols seluas 19.540 Km². Terumbu karang telah dimanfaatkan oleh masyarakat melalui berbagai cara.  Akhir-akhir ini penangkapan biota dengan cara merusak kelestarian sumberdaya, seperti penggunaan bahan peledak atau zat kimia beracun (potasium sianida) telah terjadi di seluruh perairan Indonesia  (Anonim, 2001).
Kondisi karang di Indonesia adalah 14 % dalam kondisi kritis, 46 % telah mengalami kerusakan,  33 % kondisinya masih bagus dan kira-kira hanya 7 % yang kondisinya sangat bagus  (Anonim, 1992).  Dimana Kriteria baku kerusakan terumbu karang berdasarkan parameter prosentase luas tutupan terumbu karang yang hidup adalah Buruk (0 – 24,9)  %, (25 – 49,9)  %, (50 – 74,9)  %, (75 – 100)  % . (Anonim, 2001).
Bertambahnya berbagai aktifitas manusia yang berorientasi di daerah terumbu karang akan menambah tekanan dan sebagai dampaknya adalah turunnya kualitas terumbu karang. Masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang merupakan kalangan yang paling berkepentingan dalam pemanfaatannya, sebaliknya kalangan ini pula yang akan menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini.  Oleh karena itu pengendalian kerusakan terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang sangat berguna bagi masyarakat pesisir.

B. PENYEBAB KERUSAKAN TERUMBU KARANG
1. Sedimentasi
Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian di daerah aliran sungai atapun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah hutan mengalami erosi dan terbawa melali aliran sungai ke laut dan terumbu karang.  Kotoran-kotoran, lumpr ataupun pasir-pasir ini dapat membuat air menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak dapat bertahan hidup karena kurangnya cahaya.
Hutan mangrove dan padang lamun yang berfungsi sebagai penyaring juga menjadi rusak dan menyebabkan sedimen dapat mencapai terumbu karang.  Penebangan hutan mangrove untuk keperluan kayu bakar dapat merubah area hutan mangrove untuk keperluan kayu bakar, dapat merubah area hutan mangrove tersebut menjadi pantai terbuka.  Dengan membuka tambak-tambak udang dapat merusak tempat penyediaan udang alami.
2. Penangkapan dengan Bahan Peledak
Penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan oleh nelayan akan mengakibatkan penangkapan ikan secara berlebihan, sehingga menyebabkan tangkapan ikan akan berkurang dimasa berikutnya.  Penggunaan kalium Nitrat (sejenis pupuk) sebagai bahan peledak akan mengakibatkan ledakan yang besar, sehingga membunuh ikan dan merusak karang di sekitarnya.
3. Aliran Drainase
Aliran drainase yang mengandung pupuk dan kotoran yang terbuang ke perairan pantai mendorong pertumbuhan algae yang akan menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan cahaya dan oksigen.  Penangkapan secara berlebihan membuat masalah ini bertambah buruk karena ikan-ikan yang biasanya makan algae juga ikut tertangkap.
4. Penangkapan Ikan dengan Sianida
Kapal-kapal penangkap ikan seringkali menggunakan sianida dan racun-racun lain untuk menangkap ikan-ikan tropis untuk akuarium  dan sekarang digunakan untuk menangkap ikan-ikan yang akan di  konsumsi di restoran-restoran yang memakai ikan hidup.
5. Pengumpulan dan Pengerukan
Pengambilan karang untuk digunakan sebagai bahan bak konstruksi atau dijual untuk cindera mata juga merusak terumbu karang.  Demikian pula, pengerukan dan pengeboman karang untuk konstruksi di daerah terumbu karang.
6. Pencemaran Air
Produk-produk minyak bumi dan kimia lain yang dibuang di dekat perairan pantai, pada akhirnya akan mencapai terumbu karang.  Bahan-bahan pencemar ini akan meracuni polip karang dan biota laut lainnya.
7. Pengelolaan Tempat Rekreasi
Pengelolaan tempat rekreasi di wilayah  pesisir yang tidak memperhatikan lingkungan, seperti penyewaan kapal, peralatan pemancingan dan penyelaman seringkali menyebabkan rusaknya terumbu karang. Pelemparan jangkar ke karang dapat menghancurkan dan mematahkan terumbu karang. Para wisatawan yang mengambil, mengumpulkan,menendang, dan berjalan di karang ikut menyumbang terjadinya kerusakan terumbu karang.
8. Pemanasan Global
Terumbu karang juga terancam oleh pemanasan global. Pemutihan terumbu karang meningkat selama dua dekade terakhir, masa dimana bumi mengalami beberapa kali suhu terpanas dalam sejarah.  Ketika suhu laut meningkat sangat tinggi, polip karang kehilangan algae simbiotik didalamnya, sehingga mengubah warna mereka menjadi putih dan akhirnya mati.
Pemanasan global juga mengakibatkan cuaca ekstrim sukar diperkirakan seperti badai tropis yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik ekosistem terumbu karang yang sangat besar.  Meningkatnya permukaan laut juga menjadi ancaman serius bagi terumbu karang dan pulau-pulau kecil.

C. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
1. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
Adalah upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat akan pentingnya peranan terumbu karang dan mengajak  masyarakat untuk berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam mengelola dan memanfaatkan terumbu karang secara lestari, seperti meningkatkan kesadaran mereka akan peranan penting terumbu karang, seperti sebagai tempat pengembangan wisata bahari, bahan baku obat-obatan, kosmetika, bahan makanan dan lain-lain.  Penting juga untuk menanamkan arti dan manfaat terumbu karang bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir sejak masa kanak-kanak.
2. Pengelolaan Berbasis Masyarakat.
a. Membina masyarakat untuk melakukan kegiatan alternatif seperti budidaya, pemandu wisata dan usaha kerajinan tangan yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.  Pembinaan ini disertai dengan bantuan pendanaan yang disalurkan melalui berbagai sistem yang telah ada dan tidak membebani masyarakat.
b. Menerapkan pengetahuan dan teknologi rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang agar dapat dimanfaatkan secara lestari.
3. Pengembangan Kelembagaan
a. Memperkuat koordinasi antar instansi yang berperan dalam penanganan terumbu karang baik pengelola kawasan, aparat keamanan, pemanfaat sumber daya dan pemerhati lingkungan.
b. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan dan teknik rehabilitasi terumbu karang.
4. Penelitian, Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan kegiatan masyarakat yang secara langsung berhubungan dengan terumbu karang. Dalam kaitan ini akan dibentuk sistem jaringan pemantauan dan informasi terumbu karang dengan membangun simpul-simpul di beberapa propinsi.  Kegiatan ini akan diawasi langsung oleh LIPI yang telah memiliki stasiun-stasiun di beberapa tempat, seperti : Biak, Ambon dan Lombok.
5. Penegakan Hukum
Komponen ini dipandang sangat penting sebagai salah satu komponen kunci yang harus dilaksanakan dalam usaha mencapai tujuan program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang.  Masyarakat memegang peranan penting dalam mencapai tujuan komponen penegakan hukum. Salah satu peranan masyarakat dalam pengamanan terumbu karang secara langsung adalah sebagai pengamat terumbu karang atau reef watcher, dimana mereka berkewajiban meneruskan informasi kepada penegak hukum mengenai pelanggaran yang merusak terumbu karang di daerahnya.

D. PEMULIHAN
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama.  Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak.  Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan.  Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi ataupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut.  Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu oleh  aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.
2. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang.
a. Meningkatkan Populasi Karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui tranplantasi karang, serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.
c. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil, meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.

PUSTAKA
Anonim, 1992.  Strategi Konservasi dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang..  Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Enviromental Management Development in Indonesia (EMDI), World Wide Fund For Nature (WWF).

Anonim, 2001.  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

Nontji, A., 1997.  Laut  Nusantara. Djambatan.  Jakarta

Nybakken, 1988.  Biologi Laut ; Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia.  Jakarta











Tidak ada komentar:

Posting Komentar