Minggu, 18 Juni 2017

REMUNERASI : AKANKAH MENINGKATKAN KINERJA PNS ?


Abstrak
Remunerasi dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan  clean and good governance. Sistem remunerasi akan menata kembali sistem penggajian yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja. Kinerja PNS diharapkan meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan PNS melalui remunerasi.   Agar kinerja PNS meningkat, implementasi remunerasi harus didukung langkah internal lembaga berupa pembiasaan PNS melakukan aktivitas kerjanya sesuai dengan sasaran kerja yang menjadi target pekerjaannya dengan melihat prosesnya, pembinaan mental PNS dan pengenaan sanksi kode etik

Kata Kunci : Remunerasi, PNS, Efektif.

Abstract
Remuneration is motivated by the awareness as well as the government's commitment to create clean and good governance. Remuneration system will restructure the payment of salary system that was linked to the performance appraisal system. Performance of civil servants are expected to increase along with the increase in the welfare of civil servants through remuneration. In order to increase the performance of civil servants, the implementation of the remuneration should be supported institutions such as internal measures of habituation civil servants do their work activities in accordance with the objects of work that became the target of her work by looking at the process, mental development of civil servants and imposition code of conduct sanctions.

Keywords: Remuneration, Civil Servants, effective.



Remunerasi, sebuah kata yang hangat diperbincangkan rimbawan akhir-akhir ini.  Kata yang selalu menjadi topik pembahasan apabila dua orang atau lebih rimbawan bertemu. Remunerasi juga merupakan kejadian yang dinantikan oleh setiap PNS termasuk rimbawan Indonesia, karena setiap PNS akan menerima tunjangan-tunjangan rutin selain gaji pokok berdasarkan kuantitas dan kualitas pekerjaannya. Dimana secara teori, dapat dikatakan bahwa PNS yang bekerja lebih baik akan menerima upah lebih banyak dari pegawai yang bekerja kurang baik.
Remunerasi berdasarkan kamus bahasa Indonesia artinya imbalan atau gaji. Dalam konteks Reformasi Birokrasi, pengertian Remunerasi, adalah penataan kembali sistem penggajian yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja. Menurut Pormadi (2008), Remunerasi dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atau prestasi, pesangon dan/ atau pensiun. Dengan remunerasi diharapkan adanya sistem penggajian pegawai yang adil dan layak. Besaran gaji pokok didasarkan pada bobot jabatan. Penggajian PNS juga berdasar pada pola keseimbangan komposisi antara gaji pokok dengan tunjangan dan keseimbangan skala gaji terendah dan tertinggi. Dengan remunerasi pula, peningkatan kesejahteraan pegawai dikaitkan dengan kinerja individu dan kinerja organisasi.
Peningkatan kesejahteraan PNS dengan adanya remunerasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja PNS.  PNS diharapkan berkomitmen melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya karena tunjangan remunerasi yang diterima sudah cukup dan sesuai dengan beban pekerjaannya. Sehingga PNS tidak lagi mencari pekerjaan sampingan di luar jam kantor karena gaji yang diterima itu tidak mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal ini, akankah kinerja PNS meningkat dengan adanya remunerasi ?

Latar Belakang dan Mekanisme Remunerasi
Menurut Deny Suryana (2010), remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Remunerasi dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan  clean and good governance. Namun pada tataran pelaksanaannya, perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai. Perubahan dan pembaharuan tersebut dilaksanakan untuk menghapus kesan pemerintahan yang selama ini dinilai buruk, yang antara lain ditandai oleh indikator :
Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit belit, arogan, minta dilayani atau feodal style, dsb.)
Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara.
Kuaiitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien.
Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
Secara resmi remunerasi bagi Abdi Negara dimulai pada bulan Agustus 2007 tepatnya setelah DPR menyetujui adanya remunerasi pada kementerian dan lembaga yaitu Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung (MA).  Pemberlakuan remunerasi melalui mekanisme penetapan tunjangan kinerja sebagai berikut :
1. Menteri PAN dan RB selaku Ketua TRBN akan mengirimkan surat ke Menteri Keuangan untuk menyampaikan K/L yang sudah diverifikasi lapangan dan sudah memperoleh Berita Acara Validasi Job Grading, disertai dengan lampiran hasil verifikasi lapangan dan Berita Acara Job Grading.
2. Kementerian Keuangan membuat simulasi besaran tunjangan kinerja pada masing-masing jabatan dan dampak anggarannya, dan menyampaikan kepada Ketua KPRBN untuk dibahas dalam rapat KPRBN. KPRBN menetapkan besaran tunjangan kinerja
3. Kementerian Keuangan menyampaikan surat kepada :
a. DPR-RI mengenai penganggarannya.
b. Menteri Negara PAN dan RB selaku Ketua TRBN mengenai besaran tunjangan kinerja masing-masing grade untuk diproses Perpresnya.
4. DPR RI melakukan pembahasan alokasi anggaran: Jika K/L dapat memenuhi seluruh anggaran tunjangan kinerja dari hasil efisiensi/optimalisasi anggarannya, maka pembahasan dapat dilakukan oleh K/L dengan Komisi DPR yang terkait. Namun bila diperlukan tambahan anggaran, maka pengajuan harus dilakukan oleh Menteri Keuangan kepada Badan Anggaran DPR.

Implementasi Menyambut Remunerasi
Tahun 2013 ini, ada 23 kementerian/lembaga yang diusulkan untuk mendapatkan tunjangan kinerja, yaitu Kemenlu, Kemendag, Kemenkes, Kemendikbud, Kemenparek, Kemenhut, Kemendagri, Wantannas, LAPAN, Kemen KP, Kemen LH, Kemenhub, Kemenakertrans, BAPETEN, Kemen PU, Kemenkominfo, BMKG, Bakorkamla, BNP2TKI, Kemen PDT, Perpusnas dan Setjen DPR.  Kepastian pemberian tunjangan terhadap 23 K/L tersebut akan diketahui pada pertengahan atau akhir tahun.  Hal ini disebabkan karena dalam penetapan pemberlakuannya harus melalui verifikasi lapangan, dimana berdasarkan verifikasi lapangannya akan memberikan skor kementerian/lembaga mana yang disetujui untuk pembayaran tunjangan kinerjanya.
Jika hasil skor penilaian dibawah 31 atau berada pada range 0 s/d 30, K/L tersebut tidak akan diberikan dan di proses tunjangan kinerjanya. Minimal hasil penilaian harus berada pada level 2 dengan besaran TK 40%.   Secara lengkap skor yang digunakan untuk penentuan besaran tunjangan kinerja dari kementerian keuangan adalah sbb :

Range Skor Level Keputusan Usulan Besaran TK
0 – 10 0 Tidak Diberikan TK Tidak Diproses
11 - 30 1 Tidak Diberikan TK Tidak Diproses
31 - 40 2 Diberikan TK 40 % dari Kemenkeu
41 - 50 2 Diberikan TK 45 % dari Kemenkeu
51 - 60 3 Diberikan TK 50 % dari Kemenkeu
61 - 70 3 Diberikan TK 55 % dari Kemenkeu
71 - 80 4 Diberikan TK 65 % dari Kemenkeu
81 - 90 4 Diberikan TK 75 % dari Kemenkeu
91 - 100 5 Diberikan TK 100 % dari Kemenkeu

Skor penilaian tersebut dilakukan atas 9 area perubahan yang diharapkan yaitu: (1) Manajemen Perubahan, (2) Penataan Peraturan Perundang-undangan, (3) Penataan dan Penguatan Organisasi, (4) Penataan Tata Laksana, (5) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, (6) Penguatan Pengawasan (7) Penguatan Akuntabilitas Kinerja, (8) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dan (9) Quick Wins.
Meskipun Kementerian Kehutanan baru diusulkan untuk menerima remunerasi di tahun 2013, namun Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan telah memberlakukan beberapa aturan dalam menyambut remunerasi. Salah satunya adalah pemberlakuan penilaian disiplin PNS. Penilaian unsur disiplin terkait dengan “terlambat datang, pulang cepat dan tidak hadir” diperoleh dari absensi tiap pegawai yang dilakukan setiap pagi (datang) dan sore (pulang) dengan menggunakan absensi sidik jari. Selain absensi sidik jari tersebut, beberapa UPT Kementerian Kehutanan juga memberlakukan apel pagi dan apel sore.
Pemberlakuan absensi sidik jari dan apel pagi-sore dalam menyambut remunerasi merupakan langkah awal yang dilakukan untuk penilaian unsur disiplin. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan disiplin PNS terkait dengan jam kerja PNS. Kehadiran PNS sesuai dengan jam kerja akan menjadi salah satu tolok ukur pembayaran remunerasi. Namun sampai sekarang remunerasi di Kementerian Kehutanan semakin tidak jelas, sementara beberapa honorarium yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan sudah tidak dibayarkan.  Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap output pelaksanaan kegiatan dimana PNS terbiasa menerima honorarium saat melaksanakan kegiatan dan tunjangan remunerasi yang diharapkan jadi pengganti honorarium belum jelas akan terbayarkan.
Pemberlakuan absensi sidik jari tujuannya baik, tetapi ternyata banyak PNS yang hanya kehadirannya dari segi absensi datang dan pulang lengkap, tapi tidak memiliki output kerja yang jelas. Sehingga masih ditemukan banyaknya PNS yang melakukan aktivitas diluar tupoksinya setiap harinya pada saat jam kantor. Padahal berdasarkan PP 46 tahun 2011, penilaian kinerja pegawai  terdiri dari dua unsur, yaitu sasaran kerja pegawai (SKP) dengan bobot 60 persen, dan perilaku pegawai dengan bobot 40 persen. Jadi seharusnya dalam implementasi awal menyambut remunerasi, yang dikedepankan adalah sasaran kerja pegawai tercapai.  Dimana setiap pegawai wajib menyusun SKP berdasarkan rencana kerja tahunan. SKP ditetapkan dan disetujui oleh pejabat penilai dengan memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.  Jadi outputnya sangat riil dan terukur dan dinilai berdasarkan tingkat kesulitan dan prioritasnya.
Jadi selayaknya pembelajaran awal mengacu ke pencapaian kinerja sesuai sasaran kerja dalam SKP yang dibuat oleh PNS,  sehingga  dengan pembelajaran ini diharapkan akan menciptakan PNS yang kinerjanya bagus dan mempunyai perilaku yang baik dalam hal pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama dan kepemimpinan.

Remunerasi yang Efektif
Remunerasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan reformasi. Pengamat administrasi negara dari UGM Sofyan Effendi menyoroti pelaksanaan reformasi yang sudah dilaksanakan instansi pusat, dimana kementerian/lembaga yang telah melaksanakan reformasi birokrasi lebih fokus kepada peningkatan remunerasi. Sehingga peningkatan remunerasi terjadi tanpa diikuti reformasi birokrasi. Akibatnya ”terjadi gejala birokrasi biaya tinggi, tetapi kinerja rendah” baik di instansi pusat maupun daerah. 1). Agar hal ini tidak terjadi, Pengamat Kebijakan Publik Andrinof Chaniago itu mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan perbaikan di kualitas dan mutu aparatur negaranya itu sendiri sebelum fokus ke remunerasinya.
Remunerasi hanya akan efektif jika dilaksanakan bersamaan dengan penerapan manajemen kepegawaian yang berorientasi pada kinerja, sehingga ada kejelasan tentang apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing pegawai, serta ukuran/target kinerja yang bagaimana yang harus dicapai, dengan demikian setiap pegawai memahami bahwa untuk mendapatkan imbalan tertentu harus mencapai kinerja tertentu pula. Selain itu, untuk efektifitas remunerasi perlu dilakukan pembinaan mental terhadap PNS yang terbiasa berperilaku korup bila diberikan amanah, dan menyiapkan sanksi bagi PNS yang tidak amanah dalam melaksanakan tugasnya.
Dosen hukum kepegawaian Universitas Indonesia, Harsanto Nursadi, berpendapat pemberian remunerasi itu seharusnya bisa mendorong kualitas kinerja pegawai. Mengingat besarnya anggaran negara yang dikeluarkan untuk remunerasi pegawai sudah selayaknya pelayanan yang diberikan semakin baik dan kinerja aparat kian tinggi. Namun Harsanto meyakini remunerasi belum tentu langsung memperbaiki kinerja semua aparat penegak hukum. Misalnya Hakim, Masih ada yang tersangkut mafia hukum dan tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, remunerasi bagi hakim relatif tinggi.
Olehnya itu, remunerasi ini harus didukung langkah internal lembaga agar mampu meningkatkan kinerja PNS berupa pembiasaan PNS melakukan aktivitas kerjanya sesuai dengan sasaran kerja yang menjadi target pekerjaannya dengan melihat prosesnya, pembinaan mental PNS dan pengenaan sanksi kode etik.

DAFTAR PUSTAKA
http://denisuryana.wordpress.com/2010/04/05/remunerasi. Diakses Tanggal 11 Juni 2013 Pukul 10.00 Wita.
http://pnsremunerasi.blogspot.com/2013/03/remunerasi-pns.html. Diakses Tanggal 24 Juli 2013 Pukul 11.00 Wita.
http://pormadi.wordpress.com/2008/06/16/upaysa-meningkatkan-kinerja-pns/. Diakses Tanggal 11 Juni 2013 Pukul 10.00 Wita.
http://remunerasipns.com/2011/11/kinerja-pns-amburadul-lupakan-saja-remunerasi#. UVuN-6JK9GQ. Diakses Tanggal 11 Juni 2013 Pukul 10.00 Wita.
http://setagu.net/kementerian-dan-lembaga-penerima-remunerasi-tahun-2013/. Diakses Tanggal 24 Juli 2013 Pukul 11.00 Wita.
http://theadventureofnur.blogspot.com/2012/03/implementasi-remunerasi-terhadap.html. Diakses Tanggal 11 Juni 2013 Pukul 10.30 Wita.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e532749ee1f0/lengkap-sudah-remunerasi-bagi-penegak-hukum. Diakses Tanggal 25 Juli 2013 Pukul 10.00 Wita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar