A.
Pendahuluan
Perlindungan hutan merupakan suatu upaya untuk menjaga,
melindungi dan mempertahankan hutan dari
berbagai gangguan yang dapat mengganggu dan merusak sumber daya alam yang ada di dalamnya seperti
flora dan fauna, biota laut, ekosistem, habitat, tata air dan lain-lain.
Perlindungan hutan hanya mungkin dilaksanakan jika direncanakan dengan baik dan
benar dengan mengakomodir dan
merefleksikan potensi atau daya dukung dari sumberdaya hutan yang menjadi obyek
perlindungan.
Dengan pemahaman bahwa sumberdaya hutan pada
dasarnya merupakan salah satu bagian
dari suatu ekosistem bentang alam, maka potensi ataupun daya dukung dari
sumberdaya hutan tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang berdiri sendiri,
melainkan harus dilihat dalam konteks keterkaitannya dengan ekosistem lain yang
dapat dipengaruhi dan atau dapat mempengaruhinya. Perlindungan hutan harus
memperhatikan bentuk-bentuk keterkaitan termaksud, dan karena itu pula perlindungan
hutan harus didasarkan pada prinsip-prinsip perlindungan ekosistem bentang
alam.
Sehubungan dengan itu pula, perlindungan
hutan sejatinya dilandasi dengan pemahaman atau pengetahuan tentang kondisi
ekosistem bentang alam dimana hutan yang menjadi obyek perlindungan hutan.
Pemahaman atau pengetahuan termaksud harus didasarkan pada hasil penelurusan
secara menyeluruh dan hasil analisis yang seksama terhadap komponen-komponen
ekosistem hutan. Perpaduan antara pengetahuan tentang potensi hutan dengan
prinsip-prinsip perlindungan hutan yang sekaligus menjadi prinsip-prinsip
perencanaan hutan, akan memungkinkan terlaksananya perlindungan hutan berbasis
ekosistem.
B.
Konsep Perlindungan Hutan Berbasis
Ekosistem
Pendekatan perlindungan hutan berbasis ekosistem
(PBE) berarti melindungi semua fungsi hutan pada semua skala sepanjang waktu
sebagai prioritas pertama dan kemudian berupaya melestarikan diversitas nilai
manfaat dalam batas-batas kapasitas ekologi.
Dengan kata lain PBE memusatkan perhatian pertama kali pada “apa yang
ditinggalkan” dan kemudian bary “apa yang dimanfaatkan” tanpa harus menimbulkan
kerusakan ekosistem. Ketika pemanenan
kayu ditentukan sebagai aktivitas yang dipilih, pengelolaan yang bertanggung
jawab secara ekologi berarti rencana dan aktivitas dikembangkan dan
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga melindungi (protect), menjaga (maintain)
dan memperbaiki (restore) fungsi penuh ekosistem. Penjagaan fungsi penuh itu dilakukan terhadap
struktur, komposisi mulai dari skala lansekap sampai skala komunitas yang
paling kecil baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Perlindungan hutan berbasis ekosistem merupakan
implementasi dari pengelolaan ekosistem.
Pengertian pengelolaan ekosistem dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.
Pengelolaan
yang dilakukan dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi oleh batas-batas
ekologis, bukan batas-batas wilayah administrasi pemerintahan atau
politik. Kesatuan bentang alam yang dimaksud adalah kesatuan ekosistem, antara
lain seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), tipe hutan atau formasi hutan dalam
suatu kesatuan wilayah yang kompak.
2.
Pengelolaan
yang berlandaskan pada interaksi (hubungan ketergantungan) di antara
komponen-komponen pembentuk ekosistem (hayati dan non hayati) dengan
komponen-komponen lingkungannya (hayati dan non hayati).
3.
Pengelolaan
yang memperhatikan keseluruhan fungsi ekosistem, mencakup fungsi-fungsi
ekologis, ekonomi dan sosial
4.
Pengelolaan
yang mencakup tindakan-tindakan pemulihan, pembinaan, pelestarian kualitas
(kesehatan) ekosistem, serta pemanfaatannya untuk kepentingan ekonomi dan
sosial secara lestari.
Pengelolaan
ekosistem menekankan beberapa hal sebagai berikut :
1.
Faktor-faktor
ekologi dan manusia merupakan unsur dasar dalam Pengelolaan Ekosistem. Manusia
merupakan bagian penting dari ekosistem
2.
Melestarikan
kualitas (kesehatan) ekosistem merupakan prioritas utama, sedang menyediakan
keperluan manusia dari beranekaragam manfaat serta pilihan-pilihan nilai
ekosistem yang mereka harapkan merupakan prioritas kedua, dan bukan sebaliknya
3.
Pengelolaan
ekosistem merupakan tipe pengelolaan yang meng-integrasikan berbagai disiplin
ilmu dan karena itu sangat diperlukan adanya monitoring terhadap kontribusi
setiap ilmu yang relevan
4.
Pengelolaan
Ekosistem memerlukan pendekatan yang bersifat spesifik lokasi melalui proses
yang bersifat dinamis (adaptif), yang menuntut adanya pemahaman yang mendalam
tentang interaksi dan proses ekologis yang diperlukan untuk melestarikan
komposisi, struktur, dan fungsi ekosistem
Hal-hal yang tersebut
di atas merupakan falsafah dasar dalam konsep Pengelolaan Ekosistem. Dalam
kenyataan atau dalam praktek, kita tidak mungkin mengelola seluruh komponen,
interaksi dan proses dalam suatu ekosistem. Hal yang mungkin kita lakukan
adalah memanipulasi aspek-aspek tertentu dari ekosistem dan tetap
mempertahankan atau melestarikan sifat-sifat tertentu yang diperlukan, serta
memperhitungkan kesemuanya sebagai hal-hal yang akan mempengaruhi masukan,
proses, interaksi dan keluaran ekosistem (Malamassam, 2009).
C.
Prinsip-Prinsip Perlindungan Hutan
Prinsip dasar perlindungan hutan yang paling
penting bagi semua penyebab kerusakan adalah pencegahan awal terjadinya atau
perkembangan penyebab kerukan akan lebih efektif dibanding dengan pengendalian
setelah kerusakan terjadi. Pencegahan
awal diartikan sebagai pengambilan langkah yang jelas untuk menghambat
perkembangan penyebab kerusakan jangan sampai melampaui tingkat yang
menimbulkan kerugian yang besar. Upaya
pencegahan penyebab kerusakan dilakukan melalui tindakan pengelolaan dan
silvikultur yang tepat dan hati-hati sehingga hutan dapat berkembang membentuk
suatu keseimbangan ekologis.
Di dalam PBE, manusia dimasukkan sebagai bagian
yang saling berkaitan dan bergantung sehingga dipahami bahwa manusia modern
saat ini mempunyai kekuatan besar untuk mengubah dan merusak ekosistem hutan
dibanding jasad hidup lain. Oleh
karenanya, perhatian diarahkan pada upaya agar penggunaan teknologi tidak
menimbulkan degradasi hutan. Hal ini
berari, PBE lebih memusatkan perhatiannya bagaimana mengelola aktivitas manusia
di dalam ekosistem hutan dibandingkan memanipulasi ekosistem untuk memenuhi
keinginan manusia semata.
Dalam implementasi PBE, dikenal 10 prinsip PBE
untuk melindungi dan memanfaatkan hutan, yaitu :
1. Menitik beratkan pada apa yang
ditinggalkan dan tidak pada apa yang diambil.
2. Menerapkan prinsip pencegahan kerusakan
dalam semua rencana dan aktivitas.
3. Semua rencana dan aktivitas diarahkan
untuk melindungi hutan agar tetap berfungsi pada semua level, waktu dan ruang.
4. Semua rencana dan aktivitas ditujukan untuk
melindungi, menjaga dan bila perlu memperbaiki diversitas biologi dalam
ekosistem hutan.
5. Menghargai dan menjaga kerusakan alami
dalam hutan.
6. Melindungi, menjaga dan memperbaiki
struktur, komposisi dan fungsi komunitas pada semua level.
7. Melindungi, menjaga, memperbaiki saling
keterkaitan ekosistem pada semua level.
8. Memahami bahwa konsep lansekap sangat
tergantung pada semua jasad dan proses-proses didalamnya.
9. Rencanakan aktivitas yang seimbang dalam
aspek-aspek ekologi, sosial dan ekonomi.
10. Evaluasi keberhasilan semua aktivitas
berdasarkan ukuran persyaratan ekologi.
D.
Perencanaan Hutan yang Mendukung Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem
Dalam uraian di muka telah dibahas prinsip-prinsip yang seyogyanya dipegang dalam management
perlindungan hutan yang sejalan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam
pembangunan berkelanjutan. Dalam merumuskan perencanaan perlindungan hutan yang
dapat mendukung pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan seyogyanya
berlandaskan kepada syarat-syarat perencanaan hutan yang dapat menunjang
pengelolaan hutan berbasis ekosistem. Ciri-ciri perencanaan hutan berbasis
ekosistem hutan adalah :
·
Menjadikan
kesatuan bentang alam ekologis sebagai kesatuan analisis dalam penetapan
kebutuhan luas kawasan hutan.
·
Memadukan
kepentingan-kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial.
·
Berperspektif
jangka panjang dan berkelanjutan.
·
Memadukan
ilmu pengetahuan yang cukup dan tepat dengan kearifan lokal melalui proses
pembelajaran yang bersifat dinamis.
· Memperhatikan karakteristik
spesifik dan kepentingan lokal.
1.
Menjadikan kesatuan bentang alam ekologis sebagai kesatuan analisis
dalam penetapan kebutuhan luas kawasan hutan
Secara umum hutan berfungsi untuk memproduksi
hasil hutan, mengawetkan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya, serta
melindungi sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Pada dasarnya setiap kesatuan ekosistem hutan harus dapat memberikan seluruh
fungsi-fungsi tersebut. Besar kecilnya peran setiap kesatuan ekosistem hutan
dalam memberikan setiap macam fungsi akan sangat bergantung pada karakteristik
biofisik hutan dan tindakan pengelolaan yang diberikan.
Pada kenyataannya penetapan tindakan
pengelolaan yang dapat memaksimalkan seluruh macam fungsi hutan dalam setiap
kesatuan ekosistem hutan adalah suatu hal yang sangat sulit. Hal yang paling
mungkin dan umum dilakukan adalah penetapan fungsi utama (fungsi pokok) yang
diharapkan dapat diberikan oleh setiap kesatuan ekosistem hutan. Di Indosesia
(menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) telah ditetapkan tiga macam
fungsi utama dari setiap kesatuan hamparan lahan hutan yaitu : Hutan
Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
2.
Memadukan kepentingan-kepentingan ekologi,
ekonomi dan sosial.
Memadukan kepentingan-kepentingan setiap macam
fungsi pengelolaan hutan sebagai berikut :
(1)
Kepentingan ekologi
Dipertimbangkan dalam penetapan keperluan hutan lindung dalam setiap DAS dan penetapan keperluan hutan konservasi dalam
setiap kesatuan wilayah ekologis (ecorogion)
(2)
Kepentingan ekonomi
Penetapan hutan produksi, yaitu kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hasil hutan adalah benda-benda
hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Keperluan
hutan produksi harus didasarkan kepada pertimbangan keperluan penyediaan hasil
hutan untuk berbagai keperluannya untuk memenuhi bahan baku industri untuk
keperluan ekspor, konsumsi dalam negeri dan keperluan masyarakat sekitar hutan.
Oleh karenanya maka penetapan hutan produksi seyogyanya dilakukan dalam setiap
kesatuan pengembangan industri kehutanan dan kesatuan masyarakat yang
kehidupannya tergantung kepada hutan.
(3) Kepentingan
sosial
Dilihat dari kepentingan sosial, diperlukan adanya
hutan yang berfungsi untuk memenuhi kepentingan umum berupa kepentingan
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta religi dan budaya.
Kawasan hutan yang berfungsi untuk ini adalah kawasan hutan dengan tujuan
khusus. Oleh karenanya maka penetapan keperluan kawasan hutan dengan tujuan
khusus seyogyanya ditetapkan pada setiap kesatuan wilayah masyarakat hukum adat dan wilayah-wilayah tertentu yang menjadi
pusat penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan dalam bidang
kehutanan.
Setelah kepentingan masing-masing fungsi
terpenuhi, selanjutnya ditetapkan preskripsi perlindungan hutan pada tingkat
tapak. Preskripsi perlindungan hutan pada tingkat tapak merupakan deskripsi
mengenai tujuan, macam dan volume kegiatan, tata waktu dan tata letak
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka perlindungan hutan, serta
proyeksi hasil yang diharapkan. Agar keseimbangan fungsi-fungsi ekologi,
ekonomi, dan sosial hutan dapat dicapai, maka semua pihak yang berkepentingan seperti
: pengelola, pemerintah, pelaku usaha yang terkait, ilmuwan dan berbagai
kelompok kepentingan dalam masyarakat perlu dilibatkan dalam proses penetapan
preskripsi perlindungan hutan. Untuk keperluan ini, maka pelaksanaan
perencanaan yang harus dilakukan secara transparan, bertanggung jawab,
partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah seperti
diatur dalam Pasal 11 Ayat (2) UU No.41 Thn 1999 tentang Kehutanan.
3.
Berperspektif jangka panjang dan
berkelanjutan.
Perencanaan perlindungan hutan yang menunjang
pengelolaan hutan berbasis ekosistem harus mendasarkan kegiatannya pada
pemikiran atau anggapan dasar yang memiliki perspektif jangka panjang dan
berkelanjutan. Untuk itu
diperlukan adanya kemantapan dalam hal : kawasan hutan, keberadaan hutan dan
fungsi ekosistem hutan.
a. Kemantapan
kawasan hutan
Kawasan
hutan merupakan wilayah yang diperuntukkan sebagai hutan, terdiri dari lahan
yang berhutan dan lahan yang tidak berhutan yang akan dibangun dan
dipertahankan sebagai hutan. Kawasan hutan ditunjuk dan ditetapkan oleh
pemerintah dan dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Keberadaan
hutan tetap merupakan suatu keharusan untuk menjamin pengelolaan hutan
berkelanjutan.
b. Kemantapan keberadaan hutan
Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Pengelolaan hutan berkelanjutan mempersyaratkan keberadaan hutan dengan
luasan tertentu pada setiap satuan waktu tertentu. Untuk hutan produksi areal
berhutan boleh dirubah keadaannya, melalui tindakan penjarangan atau penebangan
yang sesuai dengan rencana yang benar. Setiap areal bekas penebangan tersebut
harus ditanami kembali dan dibina sehingga pada akhir daur akan pulih kembali
dan memiliki potensi minimal sama dengan potensi sebelum ditebang. Untuk hutan
lindung dan hutan konservasi, sejatinya tetap berpenutupan hutan sepanjang
waktu.
c. Kemantapan fungsi ekosistem hutan
Pengelolaan
hutan berkelanjutan mempersyaratkan tidak berkurangnya peran fungsi ekosistem
dalam mendukung sistem kehidupan pada setiap kesatuan bentang alam, dari satu
generasi ke generasi penerusnya. Hal ini mengandung arti bahwa fungsi ekosistem
hutan tersebut haruslah tetap setiap saat. Berhubung karena luas hutan pada
setiap saat adalah sama atau bahkan cenderung berkurang, sedang total kebutuhan
terhadap barang dan jasa dari ekosistem hutan untuk menyangga sistem kehidupan
selalu meningkat, maka kualitas dan produktivitas ekosistem hutan setiap saat
seharusnya tidak berkurang atau jika dapat lebih meningkat.
4.
Memadukan ilmu pengetahuan yang cukup dan
tepat dengan kearifan lokal melalui proses pembelajaran yang bersifat dinamis.
Setiap kesatuan ekosistem hutan memiliki
karakteristik biofisik dan keadaan ekonomi serta sosial budaya masyarakat yang
bersifat spesifik. Sejalan dengan itu,
permasalahan yang muncul dalam setiap kesatuan ini akan bersifat kompleks dan
berbeda dengan permasalahan yang muncul dalam kesatuan ekosistem di
luarnya. Untuk menjawab permasalahan
dalam setiap kesatuan ekosistem hutan diperlukan ilmu pengetahuan dalam
bidang-bidang yang sesuai. Namun ilmu pengetahuan yang tersedia seringkali
tidak cukup memadai untuk menjawab keseluruhan permasalahan yang dihadapi. Sehubungan dengan itu diperlukan informasi
mengenai kearifan lokal masyarakat (local knowledge) yang diharapkan dapat
melengkapi ilmu pengetahuan yang ada dalam menjawab permasalahan yang dihadapi. Jawaban yang tepat terhadap semua persoalan
yang dihadapi tidak mungkin diperoleh secara pasti melalui proses yang bersifat
statis. Untuk itu diperlukan suatu proses pembelajaran bersama (pengelola,
pengambil keputusan dan masyarakat) yang bersifat berkelanjutan (terus menerus)
dan dinamis.
5.
Memperhatikan karakteristik
spesifik dan kepentingan lokal.
Preskripsi pengelolaan dalam setiap kesatuan
pengelolaan harus mampu menjawab permasalahan yang dihadapi dalam setiap
kesatuan pengelolaannya dan memenuhi syarat-syarat pendekatan pengelolaan
berbasis ekosistem. Untuk keperluan ini
maka perencanaan perlindungan hutan harus memperhatikan karakteristik spesifik
dan kepentingan lokal tempat ekosistem hutan berada. Kepentingan lokal ini
terutama ditentukan oleh dua kelompok kepentingan, yaitu :
a. Pemerintah
daerah beserta jajarannya sampai pada tingkat desa untuk kepentingan
pelaksanaan program-program pembangunan dalam wilayahnya
b. Masyarakat,
terutama masyarakat hukum adat dan masyarakat di sekitar kesatuan pengelolaan
hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup mereka
Dengan demikian, preskripsi pengelolaan dalam setiap kesatuan
pengelolaan hutan harus berlandaskan kepada :
a. Fungsi
penggunaan hutan : hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, hutan
dengan tujuan khusus
b. Arah
pengembanagan industri kehutanan dalam arti luas, termasuk industri pariwisata
alam (ekowisata)
c. Arah
pembangunan daerah (provinsi, kabupaten / kota)
d. Adat
istiadat masyarakat dalam setiap masyarakat hukum adat
E.
PENUTUP
Perlindungan hutan merupakan suatu upaya untuk menjaga,
melindungi dan mempertahankan hutan dari
berbagai gangguan yang dapat mengganggu dan merusak sumber daya alam yang ada di dalamnya. Dalam
menyusun preskripsi perlindungan hutan dalam setiap kesatuan pengelolaan harus
memperhatikan karakteristik spesifik dan kepentingan lokal tempat ekosistem
hutan berada.
F.
PUSTAKA
Malamassam, Daud. Prof. Dr., 2009. Modul Pembelajaran Mata Kuliah Perencanaan
Hutan. Program Studi Kehutanan, Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sumardi,
Prof. Dr. ..... Bahan Kuliah Perlindungan Hutan Lanjut. Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar