Minggu, 18 Juni 2017

PERLINDUNGAN HUTAN BERBASIS EKOSISTEM



A.    Pendahuluan
Perlindungan hutan merupakan suatu upaya untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan  hutan dari berbagai gangguan yang dapat mengganggu dan merusak  sumber daya alam yang ada di dalamnya seperti flora dan fauna, biota laut, ekosistem, habitat, tata air dan lain-lain. Perlindungan hutan hanya mungkin dilaksanakan jika direncanakan dengan baik dan benar dengan mengakomodir dan merefleksikan potensi atau daya dukung dari sumberdaya hutan yang menjadi obyek perlindungan.
Dengan pemahaman bahwa sumberdaya hutan pada dasarnya  merupakan salah satu bagian dari suatu ekosistem bentang alam, maka potensi ataupun daya dukung dari sumberdaya hutan tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan harus dilihat dalam konteks keterkaitannya dengan ekosistem lain yang dapat dipengaruhi dan atau dapat mempengaruhinya. Perlindungan hutan harus memperhatikan bentuk-bentuk keterkaitan termaksud, dan karena itu pula perlindungan hutan harus didasarkan pada prinsip-prinsip perlindungan ekosistem bentang alam.
Sehubungan dengan itu pula, perlindungan hutan sejatinya dilandasi dengan pemahaman atau pengetahuan tentang kondisi ekosistem bentang alam dimana hutan yang menjadi obyek perlindungan hutan. Pemahaman atau pengetahuan termaksud harus didasarkan pada hasil penelurusan secara menyeluruh dan hasil analisis yang seksama terhadap komponen-komponen ekosistem hutan. Perpaduan antara pengetahuan tentang potensi hutan dengan prinsip-prinsip perlindungan hutan yang sekaligus menjadi prinsip-prinsip perencanaan hutan, akan memungkinkan terlaksananya perlindungan hutan berbasis ekosistem. 

B.     Konsep Perlindungan Hutan Berbasis Ekosistem
Pendekatan perlindungan hutan berbasis ekosistem (PBE) berarti melindungi semua fungsi hutan pada semua skala sepanjang waktu sebagai prioritas pertama dan kemudian berupaya melestarikan diversitas nilai manfaat dalam batas-batas kapasitas ekologi.  Dengan kata lain PBE memusatkan perhatian pertama kali pada “apa yang ditinggalkan” dan kemudian bary “apa yang dimanfaatkan” tanpa harus menimbulkan kerusakan ekosistem.  Ketika pemanenan kayu ditentukan sebagai aktivitas yang dipilih, pengelolaan yang bertanggung jawab secara ekologi berarti rencana dan aktivitas dikembangkan dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga melindungi (protect), menjaga (maintain) dan memperbaiki (restore) fungsi penuh ekosistem.  Penjagaan fungsi penuh itu dilakukan terhadap struktur, komposisi mulai dari skala lansekap sampai skala komunitas yang paling kecil baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Perlindungan hutan berbasis ekosistem merupakan implementasi dari pengelolaan ekosistem.  Pengertian pengelolaan ekosistem dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.    Pengelolaan yang dilakukan dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi oleh batas-batas ekologis, bukan batas-batas wilayah administrasi pemerintahan atau politik.  Kesatuan bentang alam yang  dimaksud adalah kesatuan ekosistem, antara lain seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), tipe hutan atau formasi hutan dalam suatu kesatuan wilayah yang kompak.
2.    Pengelolaan yang berlandaskan pada interaksi (hubungan ketergantungan) di antara komponen-komponen pembentuk ekosistem (hayati dan non hayati) dengan komponen-komponen lingkungannya (hayati dan non hayati). 
3.    Pengelolaan yang memperhatikan keseluruhan fungsi ekosistem, mencakup fungsi-fungsi ekologis, ekonomi dan sosial
4.    Pengelolaan yang mencakup tindakan-tindakan pemulihan, pembinaan, pelestarian kualitas (kesehatan) ekosistem, serta pemanfaatannya untuk kepentingan ekonomi dan sosial secara lestari.
Pengelolaan ekosistem menekankan beberapa hal sebagai berikut :
1.    Faktor-faktor ekologi dan manusia merupakan unsur dasar dalam Pengelolaan Ekosistem. Manusia merupakan bagian penting dari ekosistem
2.    Melestarikan kualitas (kesehatan) ekosistem merupakan prioritas utama, sedang menyediakan keperluan manusia dari beranekaragam manfaat serta pilihan-pilihan nilai ekosistem yang mereka harapkan merupakan prioritas kedua, dan bukan sebaliknya
3.    Pengelolaan ekosistem merupakan tipe pengelolaan yang meng-integrasikan berbagai disiplin ilmu dan karena itu sangat diperlukan adanya monitoring terhadap kontribusi setiap ilmu yang relevan
4.    Pengelolaan Ekosistem memerlukan pendekatan yang bersifat spesifik lokasi melalui proses yang bersifat dinamis (adaptif), yang menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang interaksi dan proses ekologis yang diperlukan untuk melestarikan komposisi, struktur, dan fungsi ekosistem
Hal-hal yang tersebut di atas merupakan falsafah dasar dalam konsep Pengelolaan Ekosistem. Dalam kenyataan atau dalam praktek, kita tidak mungkin mengelola seluruh komponen, interaksi dan proses dalam suatu ekosistem. Hal yang mungkin kita lakukan adalah memanipulasi aspek-aspek tertentu dari ekosistem dan tetap mempertahankan atau melestarikan sifat-sifat tertentu yang diperlukan, serta memperhitungkan kesemuanya sebagai hal-hal yang akan mempengaruhi masukan, proses, interaksi dan keluaran ekosistem (Malamassam, 2009). 

C.    Prinsip-Prinsip Perlindungan Hutan
Prinsip dasar perlindungan hutan yang paling penting bagi semua penyebab kerusakan adalah pencegahan awal terjadinya atau perkembangan penyebab kerukan akan lebih efektif dibanding dengan pengendalian setelah kerusakan terjadi.  Pencegahan awal diartikan sebagai pengambilan langkah yang jelas untuk menghambat perkembangan penyebab kerusakan jangan sampai melampaui tingkat yang menimbulkan kerugian yang besar.  Upaya pencegahan penyebab kerusakan dilakukan melalui tindakan pengelolaan dan silvikultur yang tepat dan hati-hati sehingga hutan dapat berkembang membentuk suatu keseimbangan ekologis.
Di dalam PBE, manusia dimasukkan sebagai bagian yang saling berkaitan dan bergantung sehingga dipahami bahwa manusia modern saat ini mempunyai kekuatan besar untuk mengubah dan merusak ekosistem hutan dibanding jasad hidup lain.  Oleh karenanya, perhatian diarahkan pada upaya agar penggunaan teknologi tidak menimbulkan degradasi hutan.  Hal ini berari, PBE lebih memusatkan perhatiannya bagaimana mengelola aktivitas manusia di dalam ekosistem hutan dibandingkan memanipulasi ekosistem untuk memenuhi keinginan manusia semata.
Dalam implementasi PBE, dikenal 10 prinsip PBE untuk melindungi dan memanfaatkan hutan, yaitu :
1.      Menitik beratkan pada apa yang ditinggalkan dan tidak pada apa yang diambil.
2.      Menerapkan prinsip pencegahan kerusakan dalam semua rencana dan aktivitas.
3.      Semua rencana dan aktivitas diarahkan untuk melindungi hutan agar tetap berfungsi pada semua level, waktu dan ruang.
4.      Semua rencana dan aktivitas ditujukan untuk melindungi, menjaga dan bila perlu memperbaiki diversitas biologi dalam ekosistem hutan.
5.      Menghargai dan menjaga kerusakan alami dalam hutan.
6.      Melindungi, menjaga dan memperbaiki struktur, komposisi dan fungsi komunitas pada semua level.
7.      Melindungi, menjaga, memperbaiki saling keterkaitan ekosistem pada semua level.
8.      Memahami bahwa konsep lansekap sangat tergantung pada semua jasad dan proses-proses didalamnya.
9.      Rencanakan aktivitas yang seimbang dalam aspek-aspek ekologi, sosial dan ekonomi.
10.  Evaluasi keberhasilan semua aktivitas berdasarkan ukuran persyaratan ekologi.

D.    Perencanaan Hutan yang Mendukung Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem

Dalam uraian di muka telah dibahas prinsip-prinsip yang seyogyanya dipegang dalam management perlindungan hutan yang sejalan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam merumuskan perencanaan perlindungan hutan yang dapat mendukung pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan seyogyanya berlandaskan kepada syarat-syarat perencanaan hutan yang dapat menunjang pengelolaan hutan berbasis ekosistem. Ciri-ciri perencanaan hutan berbasis ekosistem hutan adalah :
·       Menjadikan kesatuan bentang alam ekologis sebagai kesatuan analisis dalam penetapan kebutuhan luas kawasan hutan.
·       Memadukan kepentingan-kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial.
·       Berperspektif jangka panjang dan berkelanjutan.
·       Memadukan ilmu pengetahuan yang cukup dan tepat dengan kearifan lokal melalui proses pembelajaran yang bersifat dinamis.
·       Memperhatikan karakteristik spesifik dan kepentingan lokal.
1.      Menjadikan kesatuan bentang alam ekologis sebagai kesatuan analisis dalam penetapan kebutuhan luas kawasan hutan
Secara umum hutan berfungsi untuk memproduksi hasil hutan, mengawetkan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya, serta melindungi sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Pada dasarnya setiap kesatuan ekosistem hutan harus dapat memberikan seluruh fungsi-fungsi tersebut. Besar kecilnya peran setiap kesatuan ekosistem hutan dalam memberikan setiap macam fungsi akan sangat bergantung pada karakteristik biofisik hutan dan tindakan pengelolaan yang diberikan.
Pada kenyataannya penetapan tindakan pengelolaan yang dapat memaksimalkan seluruh macam fungsi hutan dalam setiap kesatuan ekosistem hutan adalah suatu hal yang sangat sulit. Hal yang paling mungkin dan umum dilakukan adalah penetapan fungsi utama (fungsi pokok) yang diharapkan dapat diberikan oleh setiap kesatuan ekosistem hutan. Di Indosesia (menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) telah ditetapkan tiga macam fungsi utama dari setiap kesatuan hamparan lahan hutan yaitu : Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
2.      Memadukan kepentingan-kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial.
Memadukan kepentingan-kepentingan setiap macam fungsi pengelolaan hutan sebagai berikut :
(1)  Kepentingan ekologi
Dipertimbangkan dalam penetapan keperluan hutan lindung dalam setiap DAS dan penetapan keperluan hutan konservasi dalam setiap kesatuan wilayah ekologis (ecorogion)


(2)    Kepentingan ekonomi
Penetapan hutan produksi, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Keperluan hutan produksi harus didasarkan kepada pertimbangan keperluan penyediaan hasil hutan untuk berbagai keperluannya untuk memenuhi bahan baku industri untuk keperluan ekspor, konsumsi dalam negeri dan keperluan masyarakat sekitar hutan. Oleh karenanya maka penetapan hutan produksi seyogyanya dilakukan dalam setiap kesatuan pengembangan industri kehutanan dan kesatuan masyarakat yang kehidupannya tergantung kepada hutan.  
(3)  Kepentingan sosial
Dilihat dari kepentingan sosial, diperlukan adanya hutan yang berfungsi untuk memenuhi kepentingan umum berupa kepentingan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta religi dan budaya. Kawasan hutan yang berfungsi untuk ini adalah kawasan hutan dengan tujuan khusus. Oleh karenanya maka penetapan keperluan kawasan hutan dengan tujuan khusus seyogyanya ditetapkan pada setiap kesatuan wilayah masyarakat hukum adat dan wilayah-wilayah tertentu yang menjadi pusat penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan dalam bidang kehutanan.
Setelah kepentingan masing-masing fungsi terpenuhi, selanjutnya ditetapkan preskripsi perlindungan hutan pada tingkat tapak. Preskripsi perlindungan hutan pada tingkat tapak merupakan deskripsi mengenai tujuan, macam dan volume kegiatan, tata waktu dan tata letak kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka perlindungan hutan, serta proyeksi hasil yang diharapkan. Agar keseimbangan fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial hutan dapat dicapai, maka semua pihak yang berkepentingan seperti : pengelola, pemerintah, pelaku usaha yang terkait, ilmuwan dan berbagai kelompok kepentingan dalam masyarakat perlu dilibatkan dalam proses penetapan preskripsi perlindungan hutan. Untuk keperluan ini, maka pelaksanaan perencanaan yang harus dilakukan secara transparan, bertanggung jawab, partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah seperti diatur dalam Pasal 11 Ayat (2) UU No.41 Thn 1999 tentang Kehutanan.  

3.      Berperspektif jangka panjang dan berkelanjutan.
Perencanaan perlindungan hutan yang menunjang pengelolaan hutan berbasis ekosistem harus mendasarkan kegiatannya pada pemikiran atau anggapan dasar yang memiliki perspektif jangka panjang dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan adanya kemantapan dalam hal : kawasan hutan, keberadaan hutan dan fungsi ekosistem hutan.
a.   Kemantapan kawasan hutan
Kawasan hutan merupakan wilayah yang diperuntukkan sebagai hutan, terdiri dari lahan yang berhutan dan lahan yang tidak berhutan yang akan dibangun dan dipertahankan sebagai hutan. Kawasan hutan ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah dan dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Keberadaan hutan tetap merupakan suatu keharusan untuk menjamin pengelolaan hutan berkelanjutan.
b.   Kemantapan keberadaan hutan
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.  Pengelolaan hutan berkelanjutan mempersyaratkan keberadaan hutan dengan luasan tertentu pada setiap satuan waktu tertentu. Untuk hutan produksi areal berhutan boleh dirubah keadaannya, melalui tindakan penjarangan atau penebangan yang sesuai dengan rencana yang benar. Setiap areal bekas penebangan tersebut harus ditanami kembali dan dibina sehingga pada akhir daur akan pulih kembali dan memiliki potensi minimal sama dengan potensi sebelum ditebang. Untuk hutan lindung dan hutan konservasi, sejatinya tetap berpenutupan hutan sepanjang waktu.
c.   Kemantapan fungsi ekosistem hutan
Pengelolaan hutan berkelanjutan mempersyaratkan tidak berkurangnya peran fungsi ekosistem dalam mendukung sistem kehidupan pada setiap kesatuan bentang alam, dari satu generasi ke generasi penerusnya. Hal ini mengandung arti bahwa fungsi ekosistem hutan tersebut haruslah tetap setiap saat. Berhubung karena luas hutan pada setiap saat adalah sama atau bahkan cenderung berkurang, sedang total kebutuhan terhadap barang dan jasa dari ekosistem hutan untuk menyangga sistem kehidupan selalu meningkat, maka kualitas dan produktivitas ekosistem hutan setiap saat seharusnya tidak berkurang atau jika dapat lebih meningkat.
4.      Memadukan ilmu pengetahuan yang cukup dan tepat dengan kearifan lokal melalui proses pembelajaran yang bersifat dinamis.
Setiap kesatuan ekosistem hutan memiliki karakteristik biofisik dan keadaan ekonomi serta sosial budaya masyarakat yang bersifat spesifik.  Sejalan dengan itu, permasalahan yang muncul dalam setiap kesatuan ini akan bersifat kompleks dan berbeda dengan permasalahan yang muncul dalam kesatuan ekosistem di luarnya.  Untuk menjawab permasalahan dalam setiap kesatuan ekosistem hutan diperlukan ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang yang sesuai. Namun ilmu pengetahuan yang tersedia seringkali tidak cukup memadai untuk menjawab keseluruhan permasalahan yang dihadapi.  Sehubungan dengan itu diperlukan informasi mengenai kearifan lokal masyarakat (local knowledge) yang diharapkan dapat melengkapi ilmu pengetahuan yang ada dalam menjawab permasalahan yang dihadapi.  Jawaban yang tepat terhadap semua persoalan yang dihadapi tidak mungkin diperoleh secara pasti melalui proses yang bersifat statis. Untuk itu diperlukan suatu proses pembelajaran bersama (pengelola, pengambil keputusan dan masyarakat) yang bersifat berkelanjutan (terus menerus) dan dinamis.
5.      Memperhatikan karakteristik spesifik dan kepentingan lokal.
Preskripsi pengelolaan dalam setiap kesatuan pengelolaan harus mampu menjawab permasalahan yang dihadapi dalam setiap kesatuan pengelolaannya dan memenuhi syarat-syarat pendekatan pengelolaan berbasis ekosistem.  Untuk keperluan ini maka perencanaan perlindungan hutan harus memperhatikan karakteristik spesifik dan kepentingan lokal tempat ekosistem hutan berada. Kepentingan lokal ini terutama ditentukan oleh dua kelompok kepentingan, yaitu :
a.  Pemerintah daerah beserta jajarannya sampai pada tingkat desa untuk kepentingan pelaksanaan program-program pembangunan dalam wilayahnya
b.  Masyarakat, terutama masyarakat hukum adat dan masyarakat di sekitar kesatuan pengelolaan hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup mereka         
Dengan demikian, preskripsi pengelolaan dalam setiap kesatuan pengelolaan hutan harus berlandaskan kepada :
a.   Fungsi penggunaan hutan : hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, hutan dengan tujuan khusus
b.   Arah pengembanagan industri kehutanan dalam arti luas, termasuk industri pariwisata alam (ekowisata)
c.   Arah pembangunan daerah (provinsi, kabupaten / kota)
d.   Adat istiadat masyarakat dalam setiap masyarakat hukum adat

E.     PENUTUP
Perlindungan hutan merupakan suatu upaya untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan  hutan dari berbagai gangguan yang dapat mengganggu dan merusak  sumber daya alam yang ada di dalamnya. Dalam menyusun preskripsi perlindungan hutan dalam setiap kesatuan pengelolaan harus memperhatikan karakteristik spesifik dan kepentingan lokal tempat ekosistem hutan berada.

F.     PUSTAKA
Malamassam, Daud. Prof. Dr., 2009.  Modul Pembelajaran Mata Kuliah Perencanaan Hutan.  Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sumardi,  Prof.  Dr. .....  Bahan Kuliah Perlindungan Hutan Lanjut.  Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar