Tekanan dan ancaman terhadap hutan saat ini telah sampai pada titik
yang sangat mengkhawatirkan.
Tekanan dan ancaman ini bukan
hanya pada hutan produksi dan hutan lindung, bahkan kawasan konservasi termasuk
Taman Nasional sebagai benteng terakhir juga menghadapi permasalahan yang
sangat serius sebagai akibat kegiatan manusia.
Kegiatan yang merusak kawasan
konservasi seperti perambahan, penebangan liar dan perburuan pada umumnya
terjadi diberbagai lokasi di Indonesia. Berbagai bentuk operasi mulai dari
operasi rutin sampai kepada operasi penegakan hukum untuk mengatasi
permasalahan ini telah dilakukan oleh pemerintah, namun dampaknya hanya manjur
dalam waktu yang seketika.
Sebagai jawaban atas meningkatnya intensitas gangguan dan tekanan
terhadap sumber daya hutan di Indonesia seperti pencurian, pemungutan hasil
hutan secara liar, peredaran dan
perdagangan hasil hutan illegal, termasuk penyelundupan ke luar negeri serta
perambahan/penggunaan/penguasaaan lahan kawasan hutan secara melanggar hukum,
maka Departemen Kehutanan membentuk Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat
(SPORC).
SPORC merupakan Satuan Polisi Kehutanan khusus yang memiliki kompetensi
lebih dibandingkan dengan kompetensi Polhut Reguler, baik dalam tingkat
kehandalan, profesionalitas, dukungan kemampuan dan keterampilan fisik serta
dedikasi dan integritas yang tinggi pada tugas.
Satuan ini dipersiapkan sebagai satuan khusus pemukul, sehingga dibekali
dengan kualifikasi khusus, kemampuan khusus, keterampilan khusus serta
keberanian yang sangat tinggi .
Kekuatan SPORC Dephut direncanakan akan berjumlah 1500 orang anggota
yang akan dibentuk selama 5 tahun dimulai tahun 2005. Pembentukan SPORC tersebut dipilih dari kurang
lebih 8.800 orang anggota Polhut Saat ini, dengan pola penyebaran 3.100 orang
ditempatkan di Pusat dan 5.700 orang di Daerah.
Sebanyak 1.240 Anggota diantaranya telah menjadi Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Berdasarkan
kualifikasi pendidikan Polhut yang ada terdiri dari 350 anggota berpendidikan
jenjang Sarjana (S1), sarjana muda/diploma 28 orang dan lebih kurang 8.420
orang berpendidikan SLTA.
Pembentukan SPORC membuka harapan baru dalam penegakan hukum bidang
kehutanan. Dengan berbagai kualifikasi dan kompetensi khusus
yang lebih dibandingkan Polhut Reguler akan melakukan upaya-upaya yang maksimal
dalam menurunkan intensitas gangguan dan tekanan terhadap sumber daya hutan di
Indonesia.
Mencermati pelaksanaan tugas SPORC yang lebih mengesankan penguatan di
tingkat hilir untuk memback-up di tingkat hulu.
Padahal, rekruiting anggota SPORC saat ini masih berasal dari Polhut
Reguler tanpa mempertimbangkan Rasio Polhut diwilayah asal berdasarkan luasan
dan tingkat kerawanannya. Sehingga pembentukan
SPORC bahkan cenderung akan melemahkan Pola Perlindungan Hutan pada Tingkat
Hulu.
Pelaksanaan Tugas Pokok Polhut tercermin di dalam kegiatan-kegiatan
yang telah dirumuskan untuk melakukan Patroli dan Penjagaan, operasi pengamanan
hutan baik operasi fungsional, gabungan maupun operasi khusus. Peluang terjadinya gangguan hutan harus
dicegah oleh Polhut sedini mungkin.
Penyebaran Polhut harus efektif dengan penentuan luasan kawasan yang
dijaga dan tingkat kerawanan kawasan.
Polhut harus mampu menguasai wilayah teritorialnya dan harus selalu
mobile sehingga tidak membuka peluang terjadinya pelanggaran. Dan kalau terjadi pelanggaran maka tidak akan
membuka peluang untuk lolos.
Pembentukan SPORC yang rekruitingnya dari Polhut Reguler yang telah tugas
di UPT (Dinas Kehutanan/KSDA/Taman Nasional) telah mengganggu pola pelaksanaan
tugas perlindungan hutan yang telah terbentuk selama ini di UPT, dimana yang
dulunya Polhut di UPT masih memungkinkan untuk melakukan Perlindungan dan
Pengamanan Yang Mantap Pada Tingkat Hulu, namun dengan direkrutnya POLHUT
reguler di UPT masuk ke SPORC tentu saja akan mengurangi jumlah Polhut di UPT
tersebut, yang secara langsung mempengaruhi rencana pelaksanaan kegiatan
perlindungan dan pengamanan hutan di UPT tersebut.
Berkurangnya POLHUT reguler di UPT akibat rekruiting masuk ke SPORC
tentu saja akan menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan Tugas Pokok Polisi
Kehutanan di UPT tersebut, seperti pelaksanaan kegiatan Patroli Rutin yang
pelaksanaannya sesuai dengan Standar Operasional Prosedur Patroli tidak
membolehkan dilakukan seorang diri (dimana terdapat beberapa POS di UPT yang
personilnya tinggal seorang diri).
Bila pembentukan SPORC terus dibentuk dari POLHUT reguler yang sudah
tugas di UPT sampai terbentuk kekuatan 1500 personil, sementara tidak ada
formasi penambahan Polhut, maka bisa kita bayangkan bagaimana carut-marutnya
Pola Perlindungan dan Pengamanan Hutan di tingkat Hulu dan berhasilnya
ditingkat hilir yang ditandai dengan banyaknya kasus-kasus kehutanan yang ditemukan
di hilir dan diproses sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Namun, setelah semua itu berhasil ternyata kawasan hutan kita
hanyalah sebatas kawasan hutan saja tanpa pepohonan lagi.
Padahal, sasaran akhir dari perlindungan hutan adalah terciptanya
kondisi hutan yang baik sehingga terjamin kelestariannya. Fungsi hutan dapat dipertahankan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat mendukung upaya
pelestarian hutan. Jadi jelas bahwa tujuan
akhir pengamanan hutan bukan berarti berapa banyak kasus yang ditangani dan
berapa lama vonis yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana kehutan, tetapi
yang terpenting adalah bagaimana kelestarian hutan dapat dipertahankan. Oleh karena itu, Polhut sebagai ujung tombak
dalam pengamanan hutan harus ditempatkan di Pos terdepan.
Jadi, Rekruiting SPORC dari Polhut Reguler yang telah ditugaskan di UPT
hendaknya dilakukan dengan tetap mempertimbangkan Rasio Polisi Kehutanan di
Wilayah sesuai dengan luas kawasan dan tingkat kerawanan. Dan akan lebih baik lagi bila Pembentukan
SPORC sampai kekuatan 1500 personil direkrut dari penerimaan POLHUT KHUSUS
Untuk pemenuhan personil SPORC, dimana personil ini dapat dibentuk idealismenya
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.
Sehingga memang ditemukan kemampuan lebih pada dedikasi dan integritas
yang tinggi pada pelaksanaan tugasnya.
Mencermati pelaksanaan tugas personil SPORC yang sudah berusaha
menunjukkan kehandalan, profesionalitas dan dedikasinya dalam pelaksanaan
tugas, namun masih terkendala dengan kurangnya dana operasional
pengamanan. Kendala ini selalu mereka
temukan pada saat berstatus sebagai Polhut Reguler di UPT, yang harusnya mereka
tidak temukan lagi pada saat mereka jadi personil SPORC yang senantiasa
dituntut untuk berkemampuan lebih.
Namun, ternyata ”SPORC juga Manusia” , sehingga adanya kendala kurangnya dana operasional, tidak
disiapkannnya asrama yang memadai bagi personil SPORC dan keluarganya, secara
langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja
personil SPORC itu sendiri.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap kinerja personil SPORC adalah
status BKO (Bawah Kendali Operasi), dimana status kepegawaiannya masih berada
di UPT masing-masing. Sehingga, hal ini
akan berpengaruh terhadap konsentrasi pelaksanaan Tupoksinya. Karena mereka juga harus berpikir keluarga
(bagi yang belum diasramakan), gaji dan kariernya.
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, personil SPORC tetap
sebagai pejabat fungsional Polisi Kehutanan, dan dalam peningkatan jenjang
kariernya berpedoman kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
: 55/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dan Angka
Kreditnya. Sehingga, segala sesuatu
yang terkait dengan DUPAK masih diajukan ke UPT masing-masing, sehingga perlu
kesepahaman antara yang memberikan pernyataan pelaksanaan tugas dengan UPT
asalnya.
Apa yang kami sampaikan pada tulisan ini merupakan harapan penulis saat
mendengar konsep pembentukan SPORC yang dalam pelaksanaan tugas perlindungan
dan pengamanan hutan sifatnya mobile dan
memberikan gambaran mengenai kondisi pola perlindungan dan pengamanan hutan
ditingkat hulu pasca terbentuknya SPORC yang rekruitingnya dari POLHUT reguler
dari UPT., serta hal-hal teknis yang mempengaruhi kinerja SPORC sehingga jauh
dari kualifikasi awal yang diharapkan.
PUSTAKA
Anonim,
2003. Implementasi dan Pengembangan Jabatan Fungsional Polis Kehutanan. Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Anonim,
2004. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Polisi
Kehutanan dan Angka Kreditnya.
Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal, Jakarta.
Anonim, 2005. Siaran
Pers Nomor : S.680/II/PIK-1/2005. Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC).
Tamen
Sitorus (Kepala Balai Taman Nasional Bukit Barisan), Pola Perlindungan Hutan Yang Mantap Pada Tingkat Hulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar