Minggu, 18 Juni 2017

PEMBENTUKAN SPORC, ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN


Tekanan dan ancaman terhadap hutan saat ini telah sampai pada titik yang sangat mengkhawatirkan.  Tekanan  dan ancaman ini bukan hanya pada hutan produksi dan hutan lindung, bahkan kawasan konservasi termasuk Taman Nasional sebagai benteng terakhir juga menghadapi permasalahan yang sangat serius sebagai akibat kegiatan manusia.   Kegiatan yang merusak kawasan konservasi seperti perambahan, penebangan liar dan perburuan pada umumnya terjadi diberbagai lokasi di Indonesia. Berbagai bentuk operasi mulai dari operasi rutin sampai kepada operasi penegakan hukum untuk mengatasi permasalahan ini telah dilakukan oleh pemerintah, namun dampaknya hanya manjur dalam waktu yang seketika. 
Sebagai jawaban atas meningkatnya intensitas gangguan dan tekanan terhadap sumber daya hutan di Indonesia seperti pencurian, pemungutan hasil hutan secara  liar, peredaran dan perdagangan hasil hutan illegal, termasuk penyelundupan ke luar negeri serta perambahan/penggunaan/penguasaaan lahan kawasan hutan secara melanggar hukum, maka Departemen Kehutanan membentuk Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC).
SPORC merupakan Satuan Polisi Kehutanan khusus yang memiliki kompetensi lebih dibandingkan dengan kompetensi Polhut Reguler, baik dalam tingkat kehandalan, profesionalitas, dukungan kemampuan dan keterampilan fisik serta dedikasi dan integritas yang tinggi pada tugas.  Satuan ini dipersiapkan sebagai satuan khusus pemukul, sehingga dibekali dengan kualifikasi khusus, kemampuan khusus, keterampilan khusus serta keberanian yang sangat tinggi .
Kekuatan SPORC Dephut direncanakan akan berjumlah 1500 orang anggota yang akan dibentuk selama 5 tahun dimulai tahun 2005.  Pembentukan SPORC tersebut dipilih dari kurang lebih 8.800 orang anggota Polhut Saat ini, dengan pola penyebaran 3.100 orang ditempatkan di Pusat dan 5.700 orang di Daerah.  Sebanyak 1.240 Anggota diantaranya telah menjadi Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).  Berdasarkan kualifikasi pendidikan Polhut yang ada terdiri dari 350 anggota berpendidikan jenjang Sarjana (S1), sarjana muda/diploma 28 orang dan lebih kurang 8.420 orang berpendidikan SLTA.
Pembentukan SPORC membuka harapan baru dalam penegakan hukum bidang kehutanan.   Dengan  berbagai kualifikasi dan kompetensi khusus yang lebih dibandingkan Polhut Reguler akan melakukan upaya-upaya yang maksimal dalam menurunkan intensitas gangguan dan tekanan terhadap sumber daya hutan di Indonesia.
Mencermati pelaksanaan tugas SPORC yang lebih mengesankan penguatan di tingkat hilir untuk memback-up di tingkat hulu.  Padahal, rekruiting anggota SPORC saat ini masih berasal dari Polhut Reguler tanpa mempertimbangkan Rasio Polhut diwilayah asal berdasarkan luasan dan tingkat kerawanannya.  Sehingga pembentukan SPORC bahkan cenderung akan melemahkan Pola Perlindungan Hutan pada Tingkat Hulu. 
Pelaksanaan Tugas Pokok Polhut tercermin di dalam kegiatan-kegiatan yang telah dirumuskan untuk melakukan Patroli dan Penjagaan, operasi pengamanan hutan baik operasi fungsional, gabungan maupun operasi khusus.  Peluang terjadinya gangguan hutan harus dicegah oleh Polhut sedini mungkin.  Penyebaran Polhut harus efektif dengan penentuan luasan kawasan yang dijaga dan tingkat kerawanan kawasan.  Polhut harus mampu menguasai wilayah teritorialnya dan harus selalu mobile sehingga tidak membuka peluang terjadinya pelanggaran.  Dan kalau terjadi pelanggaran maka tidak akan membuka peluang untuk lolos.
Pembentukan SPORC yang rekruitingnya dari Polhut Reguler yang telah tugas di UPT (Dinas Kehutanan/KSDA/Taman Nasional) telah mengganggu pola pelaksanaan tugas perlindungan hutan yang telah terbentuk selama ini di UPT, dimana yang dulunya Polhut di UPT masih memungkinkan untuk melakukan Perlindungan dan Pengamanan Yang Mantap Pada Tingkat Hulu, namun dengan direkrutnya POLHUT reguler di UPT masuk ke SPORC tentu saja akan mengurangi jumlah Polhut di UPT tersebut, yang secara langsung mempengaruhi rencana pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan di UPT tersebut.
Berkurangnya POLHUT reguler di UPT akibat rekruiting masuk ke SPORC tentu saja akan menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan Tugas Pokok Polisi Kehutanan di UPT tersebut, seperti pelaksanaan kegiatan Patroli Rutin yang pelaksanaannya sesuai dengan Standar Operasional Prosedur Patroli tidak membolehkan dilakukan seorang diri (dimana terdapat beberapa POS di UPT yang personilnya tinggal seorang diri).
Bila pembentukan SPORC terus dibentuk dari POLHUT reguler yang sudah tugas di UPT sampai terbentuk kekuatan 1500 personil, sementara tidak ada formasi penambahan Polhut, maka bisa kita bayangkan bagaimana carut-marutnya Pola Perlindungan dan Pengamanan Hutan di tingkat Hulu dan berhasilnya ditingkat hilir yang ditandai dengan banyaknya kasus-kasus kehutanan yang ditemukan di hilir dan diproses sesuai peraturan perundangan yang berlaku.   Namun, setelah  semua itu berhasil ternyata kawasan hutan kita hanyalah sebatas kawasan hutan saja tanpa pepohonan lagi. 
Padahal, sasaran akhir dari perlindungan hutan adalah terciptanya kondisi hutan yang baik sehingga terjamin kelestariannya.  Fungsi hutan dapat dipertahankan dan memberikan manfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat mendukung upaya pelestarian hutan.  Jadi jelas bahwa tujuan akhir pengamanan hutan bukan berarti berapa banyak kasus yang ditangani dan berapa lama vonis yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana kehutan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kelestarian hutan dapat dipertahankan.  Oleh karena itu, Polhut sebagai ujung tombak dalam pengamanan hutan harus ditempatkan di Pos terdepan.
Jadi, Rekruiting SPORC dari Polhut Reguler yang telah ditugaskan di UPT hendaknya dilakukan dengan tetap mempertimbangkan Rasio Polisi Kehutanan di Wilayah sesuai dengan luas kawasan dan tingkat kerawanan.  Dan akan lebih baik lagi bila Pembentukan SPORC sampai kekuatan 1500 personil direkrut dari penerimaan POLHUT KHUSUS Untuk pemenuhan personil SPORC, dimana personil ini dapat dibentuk idealismenya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.  Sehingga memang ditemukan kemampuan lebih pada dedikasi dan integritas yang tinggi pada pelaksanaan tugasnya.
Mencermati pelaksanaan tugas personil SPORC yang sudah berusaha menunjukkan kehandalan, profesionalitas dan dedikasinya dalam pelaksanaan tugas, namun masih terkendala dengan kurangnya dana operasional pengamanan.  Kendala ini selalu mereka temukan pada saat berstatus sebagai Polhut Reguler di UPT, yang harusnya mereka tidak temukan lagi pada saat mereka jadi personil SPORC yang senantiasa dituntut untuk berkemampuan lebih.
Namun, ternyata ”SPORC juga Manusia” , sehingga adanya kendala kurangnya dana operasional, tidak disiapkannnya asrama yang memadai bagi personil SPORC dan keluarganya, secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja personil SPORC itu sendiri. 
Faktor lain yang berpengaruh terhadap kinerja personil SPORC adalah status BKO (Bawah Kendali Operasi), dimana status kepegawaiannya masih berada di UPT masing-masing.  Sehingga, hal ini akan berpengaruh terhadap konsentrasi pelaksanaan Tupoksinya.  Karena mereka juga harus berpikir keluarga (bagi yang belum diasramakan), gaji dan kariernya. 
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, personil SPORC tetap sebagai pejabat fungsional Polisi Kehutanan, dan dalam peningkatan jenjang kariernya berpedoman kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 55/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dan Angka Kreditnya.   Sehingga, segala sesuatu yang terkait dengan DUPAK masih diajukan ke UPT masing-masing, sehingga perlu kesepahaman antara yang memberikan pernyataan pelaksanaan tugas dengan UPT asalnya.
Apa yang kami sampaikan pada tulisan ini merupakan harapan penulis saat mendengar konsep pembentukan SPORC yang dalam pelaksanaan tugas perlindungan dan pengamanan hutan sifatnya mobile  dan memberikan gambaran mengenai kondisi pola perlindungan dan pengamanan hutan ditingkat hulu pasca terbentuknya SPORC yang rekruitingnya dari POLHUT reguler dari UPT., serta hal-hal teknis yang mempengaruhi kinerja SPORC sehingga jauh dari kualifikasi awal yang diharapkan.


PUSTAKA
Anonim, 2003.  Implementasi dan Pengembangan Jabatan Fungsional Polis Kehutanan.  Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Anonim, 2004.  Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dan Angka Kreditnya.  Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal, Jakarta.

Anonim, 2005.  Siaran Pers Nomor : S.680/II/PIK-1/2005.  Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC).


Tamen Sitorus (Kepala Balai Taman Nasional Bukit Barisan), Pola Perlindungan Hutan Yang Mantap Pada Tingkat Hulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar