Minggu, 18 Juni 2017

HUTAN DESA : HARAPAN BARU BAGI MASYARAKAT DESA PATTANETEANG

HUTAN DESA : HARAPAN BARU
BAGI MASYARAKAT DESA PATTANETEANG
Oleh : Sudirman Sultan, SP., MP.

Hutan Desa merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya pada penjelasan Pasal 5 dimana Hutan Desa adalah hutan negara yang dimanfaatkan oleh desa untuk kesejahteraan masyarakat desa.  Selanjutnya di dalam PP No. 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, hutan desa didefenisikan sebagai hutan negara yang belum dibebani izin atau hak yang dikelola oleh desa untuk kesejahteraan masyarakat desa.  Sedangkan dalam Permenhut No. 49 Tahun 2008 tentang Hutan Desa, Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.
Ketiga pengertian pada aturan perundangan tersebut di atas menunjukkan bahwa hutan desa merupakan suatu bentuk pengelolaan hutan yang mengakomodasi kepentingan dan partisipasi masyarakat secara luas didalam pengelolaan hutan.  Konsep ini menawarkan hubungan simbiosis yang saling menguntungkan antara masyarakat di desa dengan lahan hutan. Disatu sisi, masyarakat mendapatkan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hutan dan disisi lain hutan mendapatkan penanganan pelestarian.
Olehnya itu agar simbiosis ini saling menguntungkan, dalam melakukan pengelolaan hutan desa setidaknya dijalankan dengan tiga prinsip yaitu : (1) partisipasi, (2) pertanggungjawaban dan (3) keadilan. Partisipasi hendak menunjuk pada suatu prinsip bahwa suatu keputusan yang harus diambil didalam pengelolaan hutan desa harus  mencerminkan dan memperoleh persetujuan dari rakyat. Tidak boleh ada keputusan yang diambil secara sepihak atau tidak boleh ada keputusan tanpa partisipasi; Pertanggungjawaban merupakan prinsip mengharuskan lembaga pengelola hutan desa  memberikan laporan yang jujur terhadap apa yang sudah dijalankan. Hal ini perlu ditegakkan agar tidak terjadi tindakan yang berbasis subyektivitas, yang pada gilirannya merugikan masyarakat; Keadilan merujuk pada keharusan tidak adanya diskriminasi, pembedaan dan kecurangan dalam proses penyelenggaraan pengelolaan hutan desa.
Memperhatikan konsep Hutan Desa tersebut, Pemerintah Kabupaten Bantaeng menganggapnya penting dan menjadi sebuah solusi dalam menghadapi tantangan untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Dan untuk mewujudkannya Pemerintah Kabupaten Bantaeng telah bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UNHAS, RECOFTC beserta masyarakat setempat membentuk wadah komunikasi dan fasilitasi dengan nama ”FORUM REMBUK HUTAN DESA”.  Forum ini dibentuk dengan tujuan untuk membangun sinergitas dalam penyelenggaraan hutan desa dan melibatkan berbagai pihak terkait  baik dari pemerintah daerah, UPT Dephut dan berbagai unsur masyarakat.
Berdasarkan hasil musyawarah desa dalam forum rembuk hutan desa telah disepakati melakukan pengelolaan hutan desa.  Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan Bupati Bantaeng dalam merekomendasikan dan melanjutkan usulan masyarakat tersebut kepada Menteri Kehutanan.  Menteri Kehutanan atas dasar surat Bupati Bantaeng menurunkan tim verifikasi dan selanjutnya menetapkan kawasan hutan lindung seluas 704 ha yang terletak di Desa Labbo, Desa Pattaneteang dan Kelurahan Cempaga Kecamatan Tompobulu sebagai  areal program Hutan Desa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 55/Menhut-II/2010 tanggal 21 Januari 2010.  Surat Keputusan ini diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI (H.M.Yusuf Kalla) kepada Gubernur Sulawesi Selatan (H. Syahrul Yasin Limpo) pada tanggal 22 Januari 2010 di Istana Wakil Presiden Jakarta.
Hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat di Desa Pattaneteang menyatakan bahwa kehadiran program hutan desa di Desa Pattaneteang dengan prinsip pengelolaan tersebut diatas merupakan harapan baru bagi masyarakat desa pattaneteang yang sebagian besar masyarakatnya bermukim di sekitar kawasan hutan Desa Pattaneteang yang luasnya 308,69 ha.
Mengapa hutan desa merupakan harapan baru bagi masyarakat Desa Pattaneteang ? Hutan Desa menjadi harapan baru bagi masyarakat Desa Pattaneteang karena informasi sistem pengelolaannya yang menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku utama, mitra kerja dan sebagai pihak yang harus mendapatkan bagian kesejahteraan yang memadai dari kegiatan pengelolaan.
Selain itu penyelenggaraan hutan desa memberikan akses kepada masyarakat Desa Pattaneteang melalui BUMDes SIPAKAINGA' sebagai lembaga desa yang berperan dalam memanfaatkan sumber daya hutan secara lestari.  BUMDes SIPAKAINGA' ini ditetapkan sebagai lembaga pengelola hutan Desa Pattaneteang berdasarkan Peraturan Desa Pattaneteang No. 02 Tahun 2010 tentang Lembaga Pengelola Hutan Desa.  Dengan  adanya lembaga BUMDes sebagai lembaga pengelola Hutan Desa yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Desa seperti tersebut diatas, berarti kegiatan pengelolaan hutan akan terpadu dengan kegiatan pembangunan sektor pedesaan lainnya yang selama ini sangat sulit dipadukan.  Namun terpadunya kedua kegiatan inipun belum tentu memenuhi harapan masyarakat desa terkait dengan peningkatan kesejahteraannya apabila dalam implementasinya tetap tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat desa dan kelestarian hutan.
 Kehadiran program Hutan Desa sebagai program yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa ternyata bukan saja menjadi harapan masyarakat Desa Pattaneteang sebagai salah satu lokasi Hutan Desa di Kabupaten Bantaeng, tetapi harapan inipun menjadi harapan semua stakeholder yang terkait.  Harapan yang sangat besar ini dan ekspose penyelenggaraan Hutan Desa di Kabupaten Bantaeng yang sangat bagus terkadang seseorang yang akan berkunjung ke Hutan Desa di Bantaeng ingin melihat dan menanyakan langsung bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang berada disekitar kawasan Hutan Desa.   Padahal saat ini,  belum saatnya menanyakan kepada masyarakat implementasi penyelenggaraan hutan Desa Pattaneteang dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.  Karena saat ini masih tahapan persiapan-persiapan pemantapan pengelolaan hutan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pun masih sebatas harapan.
Perspektif peningkatan kesejahteraan masyarakat desa merupakan hal yang perlu diantisipasi dengan peningkatan SDM pengelola dan masyarakat desa melalui pendampingan-pendampingan program, sehingga perspektif terwujudnya  pengelolaan kawasan hutan secara lestari tetap terakomodir. Pendampingan ini bertujuan agar program Hutan Desa tetap berjalan sesuai dengan koridor aturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas kegiatan pemanfaatan apa yang diperbolehkan didalam kawasan hutan Desa Pattaneteang yang statusnya hutan lindung dan apa kewajiban pengelola dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.   
Tenaga Pendamping program Hutan Desa dapat berperan sebagai fasilitator yang akan merancang kegiatan  peningkatan SDM pengelola dan masyarakat desa.  Kegiatan  pendampingan ini dapat dilakukan melalui kegiatan fasilitasi perancangan beberapa Peraturan Desa dan pelaksanaan kegiatan training seperti training penguatan hak-hak masyarakat dalam mengelola hutan, pengelolaan usaha kehutanan masyarakat dan lain-lain yang terkait dengan pengembangan hutan desa. 
Apabila pendampingan program hutan desa tidak menjadi alternatif dalam peningkatan SDM pengelola yang berakhlak, dikhawatirkan akses pemanfaatan kawasan hutan diartikan pemanfaatan hasil hutan kayu yang tidak sesuai dengan ketentuan pemanfaatan kawasan hutan desa yang berstatus hutan lindung.  Bahkan masyarakat akan cenderung melakukan pemanfaatan kawasan hutan tak terkendali.  Sehingga bukannya hutan lestari masyarakat sejahtera,  malah sebaliknya  masyarakat sejahtera tetapi hutan mengalami kerusakan atau bahkan masyarakatnya tidak sejahtera dan hutannyapun mengalami kerusakan.
Sebagai contoh pada areal Hutan Desa Pattanetang telah terdapat tanaman kopi di bawah tegakan.  Tanaman kopi yang berada pada areal Hutan Desa ini tidak berbuah karena lebatnya daun-daun pohon yang mengakibatkan heat unit yang dibutuhkan tanaman kopi untuk berbuah tidak mencukupi. Apabila tidak ada pendampingan dalam hal teknik silvikultur, masalah ini dapat menjadi penyebab masyarakat melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan fungsi hutannya seperti mematikan beberapa pohon dengan meneres batang agar pohon kopinya mendapatkan cahaya matahari yang cukup yang dibutuhkan oleh tanaman kopi untuk dapat berbuah.
Selain kekhawatiran tersebut diatas yang akan mengakibatkan harapan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak terwujud, kekhawatrian lain dari masyarakat pada program desa ini adalah manfaat hutan desa yang hanya berputar-putar dalam lingkaran perangkat desa dan tidak terdistribusi baik pada seluruh level sosial ekonomi masyarakat.  Apabila hal ini terjadi, program hutan desa tidak akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan.
Olehnya itu, program hutan desa perlu diikuti dengan program peningkatan SDM bagi masyarakat desa dalam menyikapi adanya program ini. Dengan dukungan SDM akan terbangun sistem aglomerasi usaha kehutanan dan sistem pelayanan mikroforestry di wilayah desa hutan. Sehingga keberadaan hutan desa tidak hanya memenuhi persyaratan administrasi tetapi juga dapat memenuhi harapan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.  Sehingga harapan masyarakat Desa Pattaneteang dengan adanya Hutan Desa tidak sebatas harapan kosong semata.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar