HUTAN DESA : HARAPAN BARU
BAGI MASYARAKAT DESA PATTANETEANG
Oleh : Sudirman Sultan, SP., MP.
Hutan Desa merupakan amanah
Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya
pada penjelasan Pasal 5 dimana Hutan Desa adalah hutan negara yang dimanfaatkan
oleh desa untuk kesejahteraan masyarakat desa.
Selanjutnya di dalam PP No. 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, hutan desa didefenisikan
sebagai hutan negara yang belum dibebani izin atau hak yang dikelola oleh desa
untuk kesejahteraan masyarakat desa. Sedangkan dalam Permenhut No. 49 Tahun 2008
tentang Hutan Desa, Hutan Desa adalah hutan negara
yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.
untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.
Ketiga pengertian pada aturan
perundangan tersebut di atas menunjukkan bahwa hutan desa merupakan suatu
bentuk pengelolaan hutan yang mengakomodasi kepentingan dan partisipasi
masyarakat secara luas didalam pengelolaan hutan. Konsep ini menawarkan hubungan simbiosis yang
saling menguntungkan antara masyarakat di desa dengan lahan hutan. Disatu sisi,
masyarakat mendapatkan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hutan dan
disisi lain hutan mendapatkan penanganan pelestarian.
Olehnya itu agar simbiosis ini
saling menguntungkan, dalam melakukan pengelolaan hutan desa setidaknya
dijalankan dengan tiga prinsip yaitu : (1) partisipasi, (2) pertanggungjawaban dan (3) keadilan. Partisipasi hendak menunjuk pada suatu prinsip bahwa suatu keputusan
yang harus diambil didalam pengelolaan hutan desa harus mencerminkan dan memperoleh persetujuan dari
rakyat. Tidak boleh ada keputusan yang diambil secara sepihak atau tidak boleh
ada keputusan tanpa partisipasi; Pertanggungjawaban merupakan prinsip mengharuskan lembaga pengelola hutan
desa memberikan laporan yang jujur
terhadap apa yang sudah dijalankan. Hal ini perlu ditegakkan agar tidak terjadi
tindakan yang berbasis subyektivitas, yang pada gilirannya merugikan
masyarakat; Keadilan merujuk pada keharusan tidak adanya diskriminasi,
pembedaan dan kecurangan dalam proses penyelenggaraan pengelolaan hutan desa.
Memperhatikan konsep Hutan
Desa tersebut, Pemerintah Kabupaten Bantaeng menganggapnya penting dan menjadi sebuah
solusi dalam menghadapi tantangan untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari
dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Dan untuk mewujudkannya
Pemerintah Kabupaten Bantaeng telah bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UNHAS,
RECOFTC beserta masyarakat setempat membentuk wadah komunikasi dan fasilitasi
dengan nama ”FORUM REMBUK HUTAN DESA”.
Forum ini dibentuk dengan tujuan untuk membangun sinergitas dalam
penyelenggaraan hutan desa dan melibatkan berbagai pihak terkait baik dari pemerintah daerah, UPT Dephut dan
berbagai unsur masyarakat.
Berdasarkan hasil musyawarah
desa dalam forum rembuk hutan desa telah disepakati melakukan pengelolaan hutan
desa. Hal inilah yang menjadi dasar
pertimbangan Bupati Bantaeng dalam merekomendasikan dan melanjutkan usulan
masyarakat tersebut kepada Menteri Kehutanan.
Menteri Kehutanan atas dasar surat Bupati Bantaeng menurunkan tim
verifikasi dan selanjutnya menetapkan kawasan hutan lindung seluas 704 ha yang
terletak di Desa Labbo, Desa Pattaneteang dan Kelurahan Cempaga Kecamatan
Tompobulu sebagai areal program Hutan
Desa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 55/Menhut-II/2010 tanggal 21 Januari
2010. Surat Keputusan ini diserahkan
langsung oleh Wakil Presiden RI (H.M.Yusuf Kalla) kepada Gubernur Sulawesi
Selatan (H. Syahrul Yasin Limpo) pada tanggal 22 Januari 2010 di Istana Wakil
Presiden Jakarta.
Hasil wawancara dengan beberapa tokoh
masyarakat di Desa Pattaneteang menyatakan bahwa kehadiran program hutan desa
di Desa Pattaneteang dengan prinsip pengelolaan tersebut diatas merupakan harapan baru bagi masyarakat desa
pattaneteang yang sebagian besar masyarakatnya bermukim di sekitar kawasan
hutan Desa Pattaneteang yang luasnya 308,69 ha.
Mengapa hutan desa merupakan harapan baru
bagi masyarakat Desa Pattaneteang ? Hutan Desa menjadi harapan baru bagi
masyarakat Desa Pattaneteang karena informasi sistem pengelolaannya yang
menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku utama, mitra kerja dan sebagai pihak
yang harus mendapatkan bagian kesejahteraan yang memadai dari kegiatan pengelolaan.
Selain itu penyelenggaraan hutan desa
memberikan akses kepada masyarakat Desa Pattaneteang melalui BUMDes SIPAKAINGA'
sebagai lembaga desa yang berperan dalam memanfaatkan sumber daya hutan secara
lestari. BUMDes SIPAKAINGA' ini ditetapkan
sebagai lembaga pengelola hutan Desa Pattaneteang berdasarkan Peraturan Desa
Pattaneteang No. 02 Tahun 2010 tentang Lembaga Pengelola Hutan Desa. Dengan
adanya lembaga BUMDes sebagai lembaga pengelola Hutan Desa yang
ditetapkan berdasarkan Peraturan Desa seperti tersebut diatas, berarti kegiatan
pengelolaan hutan akan terpadu dengan kegiatan pembangunan sektor pedesaan
lainnya yang selama ini sangat sulit dipadukan.
Namun terpadunya kedua kegiatan inipun belum tentu memenuhi harapan
masyarakat desa terkait dengan peningkatan kesejahteraannya apabila dalam
implementasinya tetap tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat desa dan
kelestarian hutan.
Kehadiran
program Hutan Desa sebagai program yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa ternyata bukan saja menjadi harapan masyarakat Desa
Pattaneteang sebagai salah satu lokasi Hutan Desa di Kabupaten Bantaeng, tetapi
harapan inipun menjadi harapan semua stakeholder yang terkait. Harapan yang sangat besar ini dan ekspose
penyelenggaraan Hutan Desa di Kabupaten Bantaeng yang sangat bagus terkadang seseorang
yang akan berkunjung ke Hutan Desa di Bantaeng ingin melihat dan menanyakan
langsung bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang berada disekitar
kawasan Hutan Desa. Padahal saat ini, belum saatnya menanyakan kepada masyarakat
implementasi penyelenggaraan hutan Desa Pattaneteang dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Karena saat ini masih tahapan persiapan-persiapan pemantapan
pengelolaan hutan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pun masih
sebatas harapan.
Perspektif peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa merupakan hal yang perlu diantisipasi dengan peningkatan SDM
pengelola dan masyarakat desa melalui pendampingan-pendampingan program,
sehingga perspektif terwujudnya pengelolaan
kawasan hutan secara lestari tetap terakomodir. Pendampingan ini bertujuan agar
program Hutan Desa tetap berjalan sesuai dengan koridor aturan
perundang-undangan yang berlaku, sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas
kegiatan pemanfaatan apa yang diperbolehkan didalam kawasan hutan Desa
Pattaneteang yang statusnya hutan lindung dan apa kewajiban pengelola dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tenaga Pendamping program Hutan Desa dapat
berperan sebagai fasilitator yang akan merancang kegiatan peningkatan SDM pengelola dan masyarakat desa. Kegiatan pendampingan ini dapat dilakukan melalui kegiatan
fasilitasi perancangan beberapa Peraturan Desa dan pelaksanaan kegiatan
training seperti training penguatan hak-hak masyarakat dalam mengelola hutan,
pengelolaan usaha kehutanan masyarakat dan lain-lain yang terkait dengan
pengembangan hutan desa.
Apabila pendampingan program hutan desa
tidak menjadi alternatif dalam peningkatan SDM pengelola yang berakhlak,
dikhawatirkan akses pemanfaatan kawasan hutan diartikan pemanfaatan hasil hutan
kayu yang tidak sesuai dengan ketentuan pemanfaatan kawasan hutan desa yang
berstatus hutan lindung. Bahkan
masyarakat akan cenderung melakukan pemanfaatan kawasan hutan tak
terkendali. Sehingga bukannya hutan
lestari masyarakat sejahtera, malah
sebaliknya masyarakat sejahtera tetapi
hutan mengalami kerusakan atau bahkan masyarakatnya tidak sejahtera dan
hutannyapun mengalami kerusakan.
Sebagai contoh pada areal Hutan Desa
Pattanetang telah terdapat tanaman kopi di bawah tegakan. Tanaman kopi yang berada pada areal Hutan
Desa ini tidak berbuah karena lebatnya daun-daun pohon yang mengakibatkan heat
unit yang dibutuhkan tanaman kopi untuk berbuah tidak mencukupi. Apabila tidak
ada pendampingan dalam hal teknik silvikultur, masalah ini dapat menjadi
penyebab masyarakat melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan fungsi hutannya
seperti mematikan beberapa pohon dengan meneres batang agar pohon kopinya
mendapatkan cahaya matahari yang cukup yang dibutuhkan oleh tanaman kopi untuk
dapat berbuah.
Selain kekhawatiran tersebut diatas yang
akan mengakibatkan harapan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak terwujud,
kekhawatrian lain dari masyarakat pada program desa ini adalah manfaat hutan
desa yang hanya berputar-putar dalam lingkaran perangkat desa dan tidak
terdistribusi baik pada seluruh level sosial ekonomi masyarakat. Apabila hal ini terjadi, program hutan desa
tidak akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
bermukim di sekitar kawasan hutan.
Olehnya itu, program hutan desa perlu
diikuti dengan program peningkatan SDM bagi masyarakat desa dalam menyikapi
adanya program ini. Dengan dukungan SDM akan terbangun sistem aglomerasi usaha
kehutanan dan sistem pelayanan mikroforestry di wilayah desa hutan. Sehingga keberadaan
hutan desa tidak hanya memenuhi persyaratan administrasi tetapi juga dapat
memenuhi harapan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Sehingga harapan masyarakat Desa Pattaneteang
dengan adanya Hutan Desa tidak sebatas harapan kosong semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar